Mulai 1 Juni 2012, layanan pesan singkat atau SMS gratis antaroperator
tidak ada lagi karena adanya tarif interkoneksi. Namun, masih ada
anggapan bahwa penentuan tarif SMS interkoneksi sebesar Rp 23 masih
dianggap kemahalan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menjelaskan tarif interkoneksi tersebut adalah tarif yang akan dibayar operator ke operator lain saat mengirim SMS. Biaya tersebut sudah turun dari tarif SMS interkoneksi di tahun 2007 sebesar Rp 26.
"Kalau ada yang bilang tarif SMS interkoneksi sebesar Rp 23 masih mahal, itu lebay (berlebihan)," kata Tifatul selepas acara Rapat Koordinasi Nasional Kemkominfo di Hotel Sahid Jakarta, Senin (11/6/2012).
Hingga saat ini, Kemkominfo menerima laporan bahwa operator belum berniat akan menaikkan tarif harga SMS, baik SMS ke sesama operator maupun operator lain, khususnya setelah penerapan tarif interkoneksi SMS yang baru.
Tapi pemerintah juga mempersilahkan bila ada operator yang akan tetap memberikan SMS gratis ke lain operator ke pelanggannya. Meski penerapan tarif SMS interkoneksi ini untuk membatasi SMS gratis antaroperator dan menekan SMS spam.
"Tarif interkoneksi ini supaya operator diberikan keadilan. Jaringan operator yang dibombardir SMS gratis juga mendapat pendapatan dari tarif interkoneksi ini. Soal konsumen mau dikenakan tarif SMS baru, itu terserah operator," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah juga tidak melarang bahwa operator masih akan menerapkan SMS gratis ke pelanggannya, khususnya untuk pemakaian SMS lintas operator.
Pemerintah masih memperbolehkan penggunaan SMS gratis antaroperator disebabkan karena operator masih bisa mengambil untung dari suara (voice) dan data (internet). Sehingga keuntungan dari dua layanan tersebut bisa dialihkan ke penggunaan SMS gratis.
Terkait efektivitas pengurangan SMS spam, pemerintah akan menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan interkoneksi ke masing-masing operator. Pemerintah hanya membuat regulasinya saja.
"Jika ada saja operator yang masih menawarkan SMS gratis, itu ya terserah operator. Terkait efektivitas mengurangi SMS spam, itu juga wewenang operator. Apakah mau menghentikan SMS gratis atau masih ditawarkan ke konsumen," tambahnya.
Sekadar catatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika kini menerapkan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dinilai lebih adil bagi operator dan menguntungkan masyarakat.
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, Kamis (31/5), menyampaikan, penerapan kebijakan interkoneksi berbasis biaya pada SMS ini menyusul layanan telekomunikasi berbasis suara berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi yang telah berlaku sejak April 2008.
Gatot menerangkan, layanan SMS antaroperator berdasarkan skema sender keep all (SKA) yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Keuntungan hanya dinikmati operator pengirim SMS, sedangkan operator penerima tidak mendapatkan keuntungan dan hanya kebanjiran lalu lintas SMS. Padahal, penggunaan jaringan membutuhkan biaya operasional.
”Bayangkan, dalam sehari saja terdapat sekitar 400-500 juta SMS per operator. Lalu lintas SMS yang padat ini bisa mengganggu kualitas jaringan,” ujar Gatot.
Sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab juga biasanya memanfaatkan layanan SMS gratis ini untuk mengirimkan SMS spam, penipuan, atau promo kepada konsumen.
Menurut Gatot, dengan SMS berbasis biaya ini, operator penerima SMS akan mendapat Rp 23 per SMS. Angka Rp 23 per SMS ini merupakan hasil perhitungan biaya interkoneksi SMS tahun 2010 yang dilakukan konsultan independen.
Keadilan
Harapannya, tercipta keadilan pada penyelenggara layanan SMS. Operator penerima SMS juga mendapatkan keuntungan dari tarif SMS.
Selain memberikan keadilan bagi operator, SMS berbasis biaya ini juga dinilai memberikan keuntungan bagi konsumen. Keuntungan yang akan dinikmati masyarakat dari SMS berbasis biaya ini adalah kualitas jaringan yang bagus.
Di samping itu, jumlah SMS spam, penipuan, atau promo yang tidak dikehendaki juga akan berkurang.
”Kami berharap jumlah SMS spam akan jauh berkurang setelah SMS berbasis biaya ini berlaku,” kata Gatot.
Meski demikian, Gatot menegaskan, penerapan interkoneksi SMS berbasis biaya ini bukan berarti pemerintah menaikkan tarif ritel SMS. Pemerintah tidak berwenang mengatur tarif ritel SMS. Operatorlah yang menetapkan tarifnya sendiri berdasarkan skema SMS berbasis biaya ini.
Sumber
Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menjelaskan tarif interkoneksi tersebut adalah tarif yang akan dibayar operator ke operator lain saat mengirim SMS. Biaya tersebut sudah turun dari tarif SMS interkoneksi di tahun 2007 sebesar Rp 26.
"Kalau ada yang bilang tarif SMS interkoneksi sebesar Rp 23 masih mahal, itu lebay (berlebihan)," kata Tifatul selepas acara Rapat Koordinasi Nasional Kemkominfo di Hotel Sahid Jakarta, Senin (11/6/2012).
Hingga saat ini, Kemkominfo menerima laporan bahwa operator belum berniat akan menaikkan tarif harga SMS, baik SMS ke sesama operator maupun operator lain, khususnya setelah penerapan tarif interkoneksi SMS yang baru.
Tapi pemerintah juga mempersilahkan bila ada operator yang akan tetap memberikan SMS gratis ke lain operator ke pelanggannya. Meski penerapan tarif SMS interkoneksi ini untuk membatasi SMS gratis antaroperator dan menekan SMS spam.
"Tarif interkoneksi ini supaya operator diberikan keadilan. Jaringan operator yang dibombardir SMS gratis juga mendapat pendapatan dari tarif interkoneksi ini. Soal konsumen mau dikenakan tarif SMS baru, itu terserah operator," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah juga tidak melarang bahwa operator masih akan menerapkan SMS gratis ke pelanggannya, khususnya untuk pemakaian SMS lintas operator.
Pemerintah masih memperbolehkan penggunaan SMS gratis antaroperator disebabkan karena operator masih bisa mengambil untung dari suara (voice) dan data (internet). Sehingga keuntungan dari dua layanan tersebut bisa dialihkan ke penggunaan SMS gratis.
Terkait efektivitas pengurangan SMS spam, pemerintah akan menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan interkoneksi ke masing-masing operator. Pemerintah hanya membuat regulasinya saja.
"Jika ada saja operator yang masih menawarkan SMS gratis, itu ya terserah operator. Terkait efektivitas mengurangi SMS spam, itu juga wewenang operator. Apakah mau menghentikan SMS gratis atau masih ditawarkan ke konsumen," tambahnya.
Sekadar catatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika kini menerapkan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dinilai lebih adil bagi operator dan menguntungkan masyarakat.
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, Kamis (31/5), menyampaikan, penerapan kebijakan interkoneksi berbasis biaya pada SMS ini menyusul layanan telekomunikasi berbasis suara berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi yang telah berlaku sejak April 2008.
Gatot menerangkan, layanan SMS antaroperator berdasarkan skema sender keep all (SKA) yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Keuntungan hanya dinikmati operator pengirim SMS, sedangkan operator penerima tidak mendapatkan keuntungan dan hanya kebanjiran lalu lintas SMS. Padahal, penggunaan jaringan membutuhkan biaya operasional.
”Bayangkan, dalam sehari saja terdapat sekitar 400-500 juta SMS per operator. Lalu lintas SMS yang padat ini bisa mengganggu kualitas jaringan,” ujar Gatot.
Sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab juga biasanya memanfaatkan layanan SMS gratis ini untuk mengirimkan SMS spam, penipuan, atau promo kepada konsumen.
Menurut Gatot, dengan SMS berbasis biaya ini, operator penerima SMS akan mendapat Rp 23 per SMS. Angka Rp 23 per SMS ini merupakan hasil perhitungan biaya interkoneksi SMS tahun 2010 yang dilakukan konsultan independen.
Keadilan
Harapannya, tercipta keadilan pada penyelenggara layanan SMS. Operator penerima SMS juga mendapatkan keuntungan dari tarif SMS.
Selain memberikan keadilan bagi operator, SMS berbasis biaya ini juga dinilai memberikan keuntungan bagi konsumen. Keuntungan yang akan dinikmati masyarakat dari SMS berbasis biaya ini adalah kualitas jaringan yang bagus.
Di samping itu, jumlah SMS spam, penipuan, atau promo yang tidak dikehendaki juga akan berkurang.
”Kami berharap jumlah SMS spam akan jauh berkurang setelah SMS berbasis biaya ini berlaku,” kata Gatot.
Meski demikian, Gatot menegaskan, penerapan interkoneksi SMS berbasis biaya ini bukan berarti pemerintah menaikkan tarif ritel SMS. Pemerintah tidak berwenang mengatur tarif ritel SMS. Operatorlah yang menetapkan tarifnya sendiri berdasarkan skema SMS berbasis biaya ini.
Sumber